Thursday, August 15, 2013

TESTINGGG Selengkapnya...

Friday, May 27, 2011

Jalan Pintas

Rabu malam kemarin, saya dan 3 orang rekan kantor lainnya terjebak hujan di Senayan City. Alhasil kami menunggu hujan disebuah kedai kopi favorit. Sebelumnya kami sudah makan malam diiringi percakapan yang cukup panjang, dari yang ringan, berat sampai yang sedikit membangkitkan emosi.
Namun apa daya ternyata hujan belum rela melepas kami pulang :)

Di kedai kopi, kami tetap tidak kehilangan bahan percakapan.
Dari yang serius sampai cerita konyol.
Nah, daripada saya menceritakan topik serius, sepertinya lebih enak menceritakan hal yang konyol saja, lumayan untuk meluruskan otot-otot dan otak-otak yang bengkok. Hehehehe.
Satu persatu kami mengisahkan masa-masa kuliah. Dua orang rekan saya menceritakan pengalaman konyol mereka ketika kuliah.

Rekan pertama saya, sebut saja Ani bercerita seperti kebanyakan orang pada masa kuliah, sering kali menitip tanda tangan untuk absensi. Waktu itu absensi dilakukan dengan cara mengisi kertas absensi yang diedarkan. Nah, demi menunjang kelancaran proses titip menitip ini, tentunya paraf harus dibuat sesederhana mungkin, sehingga teman yang dititipi tidak tiba-tiba amnesia ketika harus meniru paraf yang rumit.
Secara rekan kantor saya namanya berawalan huruf "A", jadilah dia membuat paraf, hanya berbentuk huruf "A" saja. Singkat, mudah, gampang diingat. Sebenarnya sih rekan saya itu tipikal orang yang bukan sering menitip absensi, tapi memang dia tipe orang yang tidak suka hal-hal yang ribet saja, sekalian kalau memang suatu saat ada kondisi "darurat" yang mengharuskannya melakukan perbuatan tercela (baca : titip absen), tentunya teman yang dititip tidak akan sulit meniru parafnya.
Keruwetan baru datang saat masa ujian tiba.
Rekan saya itu tidak diijinkan ikut ujian.
Alasannya?? Simple.
"Anda tidak pernah masuk kuliah".
Whatttt??
Rekan saya terheran-heran.
Lalu diperlihatkanlah padanya kertas absensi.
"Ini absensi saudara, semuanya A, alias alpa"
Gubrrraaaaakkkkkkkk. . . . .wuahahahahaha. . . .kocakkkkk.
Akhir kata, sibuklah rekan saya menjelaskan sejarah huruf "A" tersebut.

Lain Any, lain Budi. Rekan kantor saya yang lain, kita sebut saja si Budi.
Budi punya cerita lain yang konyol luarbiasa.
Budi ini rekan saya yang kalau dilihat dari penampakan luarnya sekarang, adalah tipikal "anak mami", anak pendiam, kutu buku berkacamata dan sejenisnya.
Ternyata tidak demikian dengan masa muda dulu ketika masih kuliah.
Dengan rambut gondrong dan anting di telinga. Sebelumnya, baru ini yang kita tahu tentang masa mudanya. (hahahahaha. . . .pissss 'bro)
ternyata ada satu lagi "aib" masa mudanya.
Dia dan beberapa rekannya tergerak untuk "memberi dengan pamrih" (kalau kata kasarnya sih menyuap) dosen yang ternyata bisa disuap.
Tentunya bukan disuapi makan yaaaaa. . . . .
Budi membayar sejumlah uang untuk memperoleh sebuah nilai yang baik.
Budi berharap, dia tidak perlu belajar untuk ujian mata kuliah dosen itu.
Dan itulah yang dilakukan Budi.
Alhasil Budi sukses memperoleh nilai hanya 25 ketika ujian.
Tapi Budi tenang-tenang saja,karena dia sudah berhasil mengantongi nilai minimal B, tukar guling dengan sejumlah uang.
Namun sayang disayang, tak disangka,tak ada angin tak ada hujan, ingin hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai. Dosen yang bersangkutan tutup usia, ketika ujian akhir belum berlangsung, sehingga tentu saja,nilai akhir pun belum keluar.
Wuahahahahahaha. . . . .(maaaaap. . .saya tidak menertawakan dosennya yang meninggal)
Pusinglah si Budi dan beberapa temannya yang melakukan hal yang sama.
Terbayanglah kenyataan tidak lulus untuk mata kuliah tersebut.
Teman-teman Budi sudah putus harapan.
Untung Budi masih punya semangat juang yang tinggi.
Sehingga dia dengan segala upaya, pantang mundur dan belajar mati-matian untuk ujian akhir mata kuliah tersebut. Budi berharap, ujian terakhir ini dapat meng"katrol" nilai 25 nya yang sudah ikut terkubur bersama dosennya.
Bersyukurlah Tuhan masih menghargai kerja keras Budi, sehingga dia lulus dengan nilai PAS, dan berhasil memperoleh nilai "C" untuk mata kuliah tersebut.
Fiuhhhhh........

Seperti Any dan Budi, sering kali dalam beberapa hal, kita menggunakan "jalan pintas".
Entah itu karena kita malas, tidak ingin ribet, ingin segala sesuatu dengan cara mudah, atau terkadang kita merasa tidak mampu bila kita melewatinya dengan "jalan biasa".
Dari cerita konyol kedua rekan saya itu, saya mendapat pelajaran yang tidak konyol.
Bahwa jalan seperti apapun yang kita pilih, masih ada kuasa lain diluar kuasa kita dan orang-orang lain.
Akan ada suatu masa, suatu titik dimana, seperti apapun kita mengusahakan, ada kuasa Tuhan yang melampaui segala sesuatu.

Tidak ada satu orangpun yang bisa memastikan hal yang ada di depan kita.
Tidak paranormal, tidak dukun, tidak cenayang bahkan diri kita sendiri pun tidak.
Karena itu sebaiknya kita tidak "menggantungkan" apapun pada orang lain, dan tidak mengandalkan diri sendiri saja.
Berusaha dan berserah pada Tuhan itu kuncinya.

Tidak ada keberhasilan yang dilalui dengan jalan pintas, semuanya melalui perjalanan dan proses.
Mungkin sering kali kita mendengar, melihat dan membaca ada banyak orang-orang yang berhasil dengan jalan pintas.
Percayalah, itu tidak akan bertahan lama.
Dan lagi, bukankah hal-hal yang kita usahakan dan perjuangkan dengan sungguh-sungguh, dengan peluh keringat bahkan dengan airmata, akan terasa jauh lebih manis dan berharga pada saat kita memperolehnya?

Terlebih lagi, jalan pintas yang tidak benar akan mendukakan Tuhan.
Untuk apa kita beroleh keberhasilan atau kekayaan di dunia ini, namun tidak memiliki apa-apa setelah kita mati dan bahkan, kita tidak tahu di mana kita akan berakhir setelah kita mati.
Surga atau Neraka?

Kembali mengutip quote bhiksuni Venerable Manko yang saya sukai,

"I get peace, knowing that what I am doing now will not give me grief or regret in my old age".



Selengkapnya...

Friday, May 20, 2011

Memiliki Kehilangan

Tanggal 2 Mei yang lalu, tepat 9 tahun papa saya berpulang ke rumah Bapa di surga. Dan hampir 13 tahun berlalu sejak adik saya, satu-satunya anak laki-laki dalam keluarga saya berpulang juga ke rumah Bapa di surga. Saya tidak tahu, apakah waktu 9 tahun atau 13 tahun itu waktu yang lama atau sebentar.
Kalau berbicara rasa kehilangan, tentunya saya kehilangan. Terutama kalau sedang ada moment tertentu, kumpul keluarga, jalan-jalan, makan makanan kesukaan papa atau adik, tentunya ingatan akan mereka muncul.
Berbicara rasa kehilangan, tentunya tidaklah menyenangkan. Entah itu kehilangan karena orang yang dekat dengan kita sudah dipanggil Tuhan atau karena sesuatu hal tidak dapat berhubungan lagi dengan orang tersebut.
Kehilangan karena orang yang kita sayangi meninggal, mungkin sangatlah berat untuk diterima. Apalagi pada waktu yang mendadak.

Saya mengalaminya ketika adik saya terkena demam berdarah dan dalam waktu yang sangat singkat, tidak tertolong. Dalam kondisi yang tidak berdaya saya harus menerima kabar tersebut di tengah malam dan saya tidak mampu berbuat apa-apa, terpaksa menunggu lagi, untuk pulang ke bogor dari yogya karena saya masih kuliah pada saat itu. Rasa sesal memenuhi hati dan pikiran saya pada waktu itu, karena saya tahu sebelum sakit, adik saya menanyakan kapan saya pulang, karena dia ingin belajar gitar, meskipun saya hanya bisa main gitar asal-asalan. Saya cukup dekat dengan adik saya, meskipun kami berbeda 10 tahun. Mungkin karena kami lebih nyambung. Sejak kecil saya lebih menyukai permainan anak laki-laki, jadi saya lah yang mengajarkannya menaikkan layang-layang dan bermain-main dengan gergaji, paku, tang dan obeng untuk membuat macam-macam mainan :)
Tentunya orang tua saya sangatlah terpukul. Hendak menyalahkan pihak runah sakit yang tidak cepat tanggap, rasanya tidak ada gunanya.
Kami bertanya pada Tuhan,mengapa Dia harus mengambil, setelah Dia memberi diwaktu orang tua saya tidak lagi berharap memiliki anak laki-laki. Saya tiga bersaudara, semuanya perempuan,dan 10 tahun sejak saya lahir, ternyata Tuhan memberikan adik laki-laki pada kami, yang 12 tahun kemudian, Tuhan mengambilnya kembali.

Lain dengan papa saya yang meninggal karena sakit.
Meski kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk pengobatan papa, rasanya kami juga sadar bahwa suatu saat kami harus "melepas"nya.
Namun tetap saja, saat waktu itu datang, kami sangatlah kehilangan.
Penyesalan kembali datang untuk saya,karena saya tidak sempat menunggu detik-detik terakhir itu. Saat itu saya bekerja dan kos di jakarta. Hari itu saya sudah sangat ingin pulang ke bogor,meskipun bukan weekend, firasat mungkin.
Namun ada pekerjaan yang mendesak dan akhirnya sudah terlalu malam untuk pulang ke bogor dengan bis. Subuhnya saya mendapat kabar bahwa papa saya sudah pulang ke rumah Bapa. Sesal menusuk rasa pagi itu.

Hampir setahun yang lalu, kakak perempuan saya kehilangan bayinya yang sudah berumur 8 bulan dalam kandungan. Bayi laki-laki yang seharusnya menjadi anak kedua, setelah putri pertamanya. Aneh kalau dipikir, sementara putri pertama kakak saya, adalah bayi prematur yang lahir diusia 7 bulan, dengan berat kurang dari 1 kg. Hanya kuasa Tuhan yang membuat bayi kecil ini dapat tumbuh berkembang dengan sehat, setelah 3 bulan menjadi penghuni inkubator di rumah sakit.

Tiga bulan yang lalu, sahabat saya kehilangan kakak tercintanya secara tak terduga. Serangan jantung, dalam usia yang relatif muda, meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil.

Tiga bulan yang lalu juga, kawan lama saya kehilangan putri kecilnya, yang baru berumur 7 atau 8 tahun. Putri kecil nan cantik. Hingga hari ini, saya selalu miris bila membaca statusnya baik di FB maupun di BB. Status penuh kerinduan yang mendalam. Saya mengerti, tentunya kawan saya berharap dapat menyentuh, memeluk dan bercanda lagi dengan putri kecilnya.

Dua minggu yang lalu, sahabat saya kehilangan keponakannya, yang berumur 18 tahun. Ditemukan meninggal setelah 3 hari hilang ditelan keganasan pantai selatan Pelabuhan Ratu. Almarhum mencoba menolong teman-temannya yang nyaris tenggelam, namun sayang, teman terakhir yang hendak ditolong, tidak tertolong, malah membawanya turut ditelan ombak. Meninggalkan kepedihan bagi orang tua dan keluarganya.

Kisah-kisah sedih kehilangan orang terdekat tidak akan cukup berlembar-lembar bila dikisahkan.
Mungkin saya harus bersyukur karena saya bukan orang yang mengingat dengan detail untuk segala sesuatu dan saya cenderung "easy going", tidak suka memikirkan hal hal yang tidak menyenangkan secara berlarut-larut.
Sehingga pernah seorang sahabat saya mengatakan,saya seperti punya tombol "on/off", yang bisa saya tekan sesuka hati saya. Kapan saya memutuskan untuk "on" atau "off" dalam memikirkan atau merasakan hal hal tertentu.

Kehilangan orang-orang terdekat bukanlah hal yang mudah. Saya menanamkan dalam pikiran saya,bahwa mereka "tidak benar-benar hilang". Mereka hanya tidak lagi berada di sekitar saya. Sehingga saya harus membiasakan diri dengan ketidakberadaan mereka di sekitar saya. Tentunya hal ini pun tidaklah mudah. Bahkan bagi sebagian orang, sangatlah sulit. Dan beberapa orang bahkan tidak sanggup menerima kenyataan, sehingga berakhir dalam keadaan seperti "hidup di dunia lain".

Kalau berbicara dari sisi agama mengenai kehilangan orang-orang yang melalui cara meninggal dunia, tentunya akan banyak "metode" penghiburan. Ada yang mengatakan, tidak perlu takut, karena yang bersangkutan sudah berada di rumah Tuhan dan kelak kita akan berjumpa dengannya. Ada juga yang mengatakan, yang penting mari kita berdoa tanpa henti, agar yang bersangkutan dapat diterima di sisiNya. Ada juga yang percaya reinkarnasi, sehingga akan ada kesempatan bagi kita untuk bertemu dalam sosok yang lain.
Apapun bentuk penghiburan itu, kadang "belum tentu" dapat membantu kita keluar dari gelombang kesedihan. Kita berkata, teori memang gampang. Itu kan urusan "nanti" atau "kelak". Sementara ini urusan "sekarang". Urusannya sekarang ini kita tidak bisa lagi melihat orang tersebut. Tidak bisa lagi menyentuhnya, memeluknya, berbicara padanya. Kita rindu mereka "terjangkau" oleh kita.

Teringat saya akan lagu "Memiliki Kehilangan" nya Letto.
Bagi yang lupa atau belum tahu, begini lirik lagu itu :

tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
hatimu tetap merasa masih memilikinya
rasa kehilangan hanya akan ada
jika kau pernah merasa memilikinya
pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
rasa kehilangan hanya akan ada
jika kau pernah merasa memilikinya
pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
rasa kehilangan hanya akan ada
jika kau pernah merasa memilikinya


Ada banyak pengartian untuk lagu ini.
Bagi saya, ada 2 pengartian.
Pertama, bahwa rasa kehilangan akan sesuatu atau seseorang,itu hanya akan ada kalau kita pernah merasa memiliki mereka.
Ya iyalah. . . Bagaimana mungkin kita merasa kehilangan sebuah handphone, kalau kita tidak pernah memilikinya?
Atau kita merasa kehilangan atas meninggalnya orang yang belum pernah kita kenal sama sekali?
Mungkin maksudnya adalah, menyadari, bahwa semua yang kita miliki itu, kelak akan sirna, akan hilang, akan pergi.
Semua bersifat hanya sementara, hanya titipan. Kalau sang pemiliki yang menitipkan kepada kita suatu saat mengambilnya, apakah kita akan marah? Atau tidak rela? Tuhan menitipkan adik saya pada keluarga kami hanya selama 12 tahun, setelah selama 10 tahun tidak memberi anak laki-laki pada orang tua saya. Kalau dipikir-pikir, tentu bertanya pada Tuhan, untuk apa ya diberi lalu diambil kembali.
Yah, namanya juga titipan, suka-suka yang nitip lah ya. Tapi kami bersyukur sempat "meminjamnya" selama 12 tahun.
Saya bersyukur, pernah merasakan tidak menjadi anak bontot selama 12 tahun.
Saya bersyukur, pernah merasakan memiliki adik kecil yang lucu untuk diajak bermain.
Saya bersyukur, akhirnya saya tidak sendirian saat bermain layang-layang.
Saya bersyukuf, saya pernah punya sekutu untuk menjahili kakak nomor 2 saya.
Banyak sekali kenangan selama 12 tahun itu.
Dan kenangan itu selalu ada sampai saat ini.

Demikian juga dengan papa saya, banyak kenangan akan beliau. Menantinya pulang dari luar kota, karena pasti membawakan oleh-oleh untuk kami, yang pasti kami akan berebut untuk memilih terlebih dahulu. Mendengarkannya bermain biola,okulele, atau sibuk memintanya menerjemahkan lagu mandarin. Sayang kami tidak bisa membaca huruf mandarin, sehingga tidak dapat menikmati puisi-puisi yang ditulis papa saya dalam bahasa mandarin.
Apapun kenangan tentang papa, masih hidup sampai saat ini dalam benak saya.
Saya merasa kehilangan, karena saya pernah memiliki mereka.
Dan rasa kehilangan itu, membuat saya belajar untuk menghargai apa yang saya miliki saat ini. Karena kesadaran, bahwa suatu saat akan tiba, dimana sudah habis waktunya bagi saya untuk memilikinya.

Arti kedua lagu itu bagi saya,mengutip lirik "rasa kehilangan, hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya", saya artikan bahwa, rasa kehilangan akan ada, kalau kita memiliki "rasa kehilangan" itu.
Membingungkan ya. . .hehehe.
Begini maksudnya, saya mencoba mengerti bahwa, ketika papa saya atau adik saya meninggal, sesungguhnya saya tidak benar-benar kehilangan orang-orang yang saya kasihi. Saya tetap memiliki mereka, meski kini mereka tidak ada lagi disekitar saya.
Hal ini membuat saya tidak berlarut-larut dalam rasa kehilangan.
Bahwa sesungguhnya, rasa kehilangan itu lambat laun akan sirna. Waktu akan menolong saya untuk membuat rasa itu sirna.
Tentu saja, kalau saya "mengijinkan" sang waktu itu untuk membantu saya.
Saya memilih untuk tidak terus memiliki rasa kehilangan itu.

Seringkali, kita tidak mengijinkan siapapun untuk membantu kita melewati masa-masa sulit akibat kehilangan. Tidak mengijinkan Tuhan, keluarga, teman bahkan sang waktu.
Kita menolak memasuki "jalan waktu", kita ingin waktu berhenti, bahkan kalau bisa mundur, sehingga kita tidak perlu mengalami kehilangan itu. Dan kita enggan beranjak. Kita menikmati kesedihan, menikmati rasa kehilangan.

Mengutip pepatah umum, bahwa sesungguhnya tidak ada yang abadi di dunia ini.
Siap atau tidak, senang atau tidak, kita harus berhadapan dengan rasa kehilangan.
Kehilangan karena ditinggalkan anggota keluarga yang kita cintai, kehilangan sahabat-sahabat karena jarak dan waktu, kehilangan kekasih yang mungkin tidak lagi mencintai kita, apapun bentuk kehilangan itu, janganlah larut dalam rasa kehilangan itu.
Kita masih memiliki apa yang masih ada pada kita.

Mengapa segala sesuatu ada akhirnya? Segala sesuatu ada waktunya?
Sesuatu yang selalu ada, akan membuat kita "kurang" menghargainya.
Seperti doa sang pemazmur, "Ajarlah kami mengitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana".
Bijaksana untuk sadar bahwa semua yang kita miliki tidak ada yang abadi, suatu saat masa meminjamnya akan berakhir.
Hargai dan sayangi apa yang dipinjamkan sementara itu.

Mari kita menghitung hari, sehingga bila saatnya tiba, kita tidak lagi tersentak...
Dan bila saatnya tiba, kita memiliki kenangan yang cukup, karena :

"kehilangan seseorang yang dekat dengan kita, tidak berarti mereka benar-benar hilang, mereka hanya 'tidak hadir' lagi, namun mereka tetap ada dalam kenangan, yang bahkan mau sekalipun tidak akan dapat menghancurkannya".


www.menunggu-hujan.blogspot.com
Selengkapnya...

Tuesday, March 29, 2011

Andai agama adalah kebohongan belaka


Lama sudah rasanya saya tidak melakukan aktivitas "mencatat" alias menuangkan lintasan pemikiran atau catatan atas obrolan-obrolan ringan.
Hingga ada satu obrolan yang mengelitik saya untuk "mencatat"nya.
Singkatnya, seorang sahabat mengeluh lewat obrolan bbm.
"Minggu ini aku benar-benar dihajar"
"Dihajar Tuhan"
Saya bertanya apa maksudnya dihajar Tuhan?

"Pegawaiku bolak balik ga masuk. Yang sakitlah, layat. . .segala macem"
"Kemarin malam ditabrak orang lagi, hasil ga masuk, malah keluar uang"

"Hmmm. . . Mungkin ada maksud Tuhan untukmu", saya menanggapinya.

Lalu sahabat saya melanjutkan, "Apa aku udah nakal ya?"
"Yaa, aku lagi cari-cari, apa ada yg salah ya? Nanti malem mau doa malam deh. Mau minta ampun"
"Aku tau banget Tuhan tuh sayang sama aku. Aku ngerasain. Dan memang beberapa hari ini aku nakal :D"
Tampaknya sahabat saya mulai menemukan penyebabnya.

"Nakal apa?" saya penasaran.

"Yaaa selain ga doa, mikir macem-macem tentang Tuhan, dll. Ya kalau kayak aku lagi kumat pikiran aneh-aneh gitu".
"Nganggur kali, jadi iseng banget".

"Contohnya mikir apa nih?" saya kembali penasaran.

"Ya yang selalu diomelin temenku dulu kalo aku mikir, seandainya kekristenan itu bohong semua".

"Hmmmm. . . ." saya berpikir.

Selanjutnya sahabat saya mengatakan bahwa itu hanyalah pemikiran sesaatnya, yang memang seringkali loncat-loncat dan agak "nyeleneh". . . :)

Dan saya tau bahwa sahabat saya adalah org yang sangat cinta Tuhan.

Saya bukan org yg senang memikirkan hal-hal yg aneh, krn bagi saya, tanpa memikirkan hal yg aneh saja, rasanya sudah cukup byk yg dipikirkan. . .hehehe.

Apalagi dalam hal-hal yang sifatnya pelik, spt ttg keagamaan, saya lebih memilih utk tidak terlibat dalam perdebatan semacam itu.

Menanggapi pemikiran teman saya tadi, saya hanya mengatakan, bahwa bagi saya, simple saja. . . ."kalau memang agama adalah kebohongan belaka, apakah ruginya bagi saya?"

"Apakah saya merasa rugi karena telah mengikuti ibadah setiap minggu?"
Rasanya tidak ya, karena berapa lama sih kebaktian? Saya juga sering dapet banyak hal bermanfaat dari kotbah hari minggu.

"Apakah saya rugi karena saya bayar perpuluhan?"
Rasanya cukup wajar aja sih kalau saya mengembalikan sebagian berkat yang saya terima. Kalau urusan penggunaan perpuluhan tersebut digunakan secara benar atau tidak,rasanya bukan urusan saya lagi ya.

"Apakah saya dirugikan karena mengikuti ajaran agama saya?"
kok rasanya ngga juga ya. Toh ajaran agama juga ajaran yang baik, ajaran utk mengasihi org lain, tidak berbuat jahat, tidak mencuri dsb.

Lalu kalau at the end, Tuhan adalah kebohongan atau Tuhan tidak ada, apa ruginya untuk saya?

Ngga ada juga tho?

Dan kalau saya percaya Tuhan selama saya hidup, setidaknya, saya tau dimana saya nantinya setelah maut menjemput saya.

Just simple as that. . . :)
Selengkapnya...

Sunday, August 2, 2009

Never Give Up

Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi


Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik





Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
Segala yang telah terjadi

Tuhan pasti kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal Putus asa

Jangan Menyerah - d'masiv

Selengkapnya...