Wednesday, June 11, 2008

There's Good in Everyone

Kejadian yang saya alami Senin malam, membuat saya benar-benar bersyukur dan membuktikan bahwa, orang-orang baik itu ada dimana-mana. Dan ini merupakan kejadian serupa yang kedua kalinya.
Senin malam itu, saya bertemu dengan seorang teman saya di Senayan City Mall, setelah menemukan tempat yang nyaman untuk mengobrol dan mengerjakan sesuatu, kami memesan makanan dan minuman dan memulai obrolan kami.

Malam itu, memang kondisi saya sedikit kurang baik, karena sore hari mendadak saya merasa meriang, kaki dan tangan dingin, seperti masuk angin. Akhirnya, setelah duduk beberapa lama, saya pamit kepada teman saya untuk membeli minyak kayu putih, karena merasa perut saya sangat tidak nyaman. Segera setelah membeli minyak kayu putih, saya menuju ke rest room. Saya menaruh dompet saya, dibagian belakang dari toilet duduk di sana, meskipun sempat terlintas dalam pikiran saya, bahwa saya bisa lupa untuk mengambilnya kembali.

Setelah selesai, saya kembali ke tempat dimana teman saya berada, lalu duduk dan menenangkan diri sebentar untuk mengurangi rasa tidak ada dengan memejamkan mata sejenak.
Entah bagaimana, ketika memejamkan mata sejenak, saya seperti bermimpi, atau mungkin pikiran saya yang melayang. Tiba-tiba saya seperti mengingat, apakah tadi ketika hendak membeli minyak kayu putih, saya membawa dompet atau hanya mengambil uang ala kadarnya dari dompet? Tapi saya lalu teringat kalau ketika membayar di kasir, saya membuka dompet. Seketika itu juga saya terbangun dan segera memeriksa semua saku jaket saya, dan saya tidak menemukan dompet saya sama sekali.
Otomatis, saya pamit pada teman saya dan singkat mengatakan, “Dompet gue ketinggalan di rest room!”, sambil mengambil langkah seribu.

Dalam hitungan kurang dari 3 menit, saya sudah tiba di rest room dan langsung menuju bilik di mana tadi saya masuk, dan saya tidak melihat dompet saya di tempatnya semula. Saat itu juga saya langsung bertanya pada petugas yang menjaga saat itu, dan petugas itu langsung mengeluarkan dompet saya. Ahhh….Puji Tuhan, legaaaa sekali rasanya. Membayangkan kehilangan dompet saya yang berisi semua kartu ATM, KTP, kartu kredit dsb, saya merasa demam saya bertambah parah. Saya berterima kasih pada petugas tersebut dan memberikan sesuatu sebagai rasa terima kasih saya yang nilainya jauuh dibawah nilai dari seluruh isi dompet saya dan kerepotan yang bisa ditimbulkan bila saya kehilangan dompet saya.

Sebelumnya saya sudah sempat putus asa, karena sempat terpikir oleh saya, tipis harapannya bila ada orang lain yang masuk setelah saya keluar dari bilik rest room itu dan mengambil dompet saya. Namun setelah mengalami, bahwa orang baik itu ada dimana-mana, saya berpikir, kemungkinan juga, orang yang masuk setelah saya, menemukan dompet saya dan menyerahkannya pada petugas. Intinya saya bersyukur sekali. Kira-kira 3 atau 4 tahun yang lalu, saya juga mengalami kejadian serupa, handphone saya tertinggal di taksi. Dan saya tidak menyadarinya, sampai ada yang menelpon saya dan mengatakan bahwa orang yang menemukan handphone saya, menelponnya dari handphone saya. Dan penumpang yang naik setelah saya itu, menyerahkan handphone itu kepada supir taksi untuk diantarkan kembali kepada saya. Dan sang supir taksipun langsung mengantarkannya ke kantor saya, setelah beliau selesai mengantarkan penumpangnya. Meskipun memang, pada akhirnya, handphone saya itu hilang juga karena dicopet ketika saya hendak naik bus Damri dari Bogor ke Jakarta…(yah, dah nasibnya tuh handphone kali….hehehe)

Yah, di ibukota yang seringkali membuat kita berpikir bahwa, kejahatan ada di mana-mana, terkadang sudah membuat kita berpikiran negative. Beberapa media massa yang mengkhususkan dirinya pada pemberitaan mengenai kejahatan-kejahatan di Ibukota juga sudah memicu kita secara tidak sadar untuk memiliki ketakutan akan seramnya Ibukota ini.

Bagaimanapun juga, waspada tetaplah dikumandangkan, namun, tidak berpikiran negative terhadap semua orang juga perlu ditanamkan.

“No one is entirely good or evil”



Selengkapnya...

Sunday, June 1, 2008

Belajar pada Bambu

Saya teringat ketika masih duduk di bangku sekolah, apabila bosan mengikuti pelajaran yang disampaikan, saya terbiasa mencoret-coret buku catatan saya dengan berbagai coretan yang tidak jelas . Salah satu kesukaan saya adalah menggambar pohon bambu. Entah kenapa saya senang menggambar pohon bambu dibanding pohon kelapa atau pohon pisang, atau pohon lainnya. Saya hanya menyukai bentuknya, menyukai sifatnya sebagai tumbuhan rumpun.
Bambu merupakan tumbuhan klasifikasi kelas Liliopsida, ordo Poales, familia Poaceae, subfamilia Bambusoideae, rumpun Bambusodae. Waaah…kok jadi pelajaran biologi yaak… . Di Cina bambu melambangkan umur panjang, sementara di India melambangkan persahabatan. Budaya-budaya di negeri Jepang, Korea dan Tiongkok menjunjung keistimewaan, keindahan dan kegunaan pohon bambu. Dalam seni lukis, bambu adalah lambang estetika, sedangkan dalam filsafat, bambu adalah lambang ketahanan. Rongga kosong pada bambu, dalam agama Kung Fu Tse merupakan lambang pengosongan dan pemurnian batin. Di Vietnam, bambu dijadikan simbol kerja keras, kesatuan dan kemampuan adaptasi. Di Vietnam terdapat pepatah ” ketika bambu tua, maka tunas baru akan muncul” ini berarti bahwa bangsa Vietnam tak akan pernah binasa, ketika generasi tua mati, maka muncul generasi yang lebih muda untuk menggantikannya.

Terlepas dari mitos yang seringkali saya dengar, bahwa tidak baik menanam pohon bambu di halaman rumah, karena ada “penunggu”-nya, pohon bambu adalah pohon yang menggagumkan. Bukankah sangat jarang sekali kita mendengar bambu tumbang atau patah batangnya karena diterpa badai atau angin topan? Mengapa? Karena akar yang dalam? Rasanya tidak, akar pohon beringin lebih kuat selain menghujam kedalam tanah, akar serabutnya juga menjalar disekililingnya. Atau karena batang bambu lebih kuat? Bukan juga rasanya ! Pohon jati jauh lebih kuat.
Apa rahasia sang bambu ini?
Coba kita perhatikan, apa yang terjadi saat bambu diterpa angin kencang. Rumpun bambu akan menunduk dan merunduk, mengikuti terpaan angin, membiarkan dirinya mengikuti arahan angin. Bahkan, sifat lenturnya sanggup membuatnya melengkung. Tidak seperti pohon-pohon lain yang berdiri kaku dan tegak, seperti menantang kekuatan angin, yang seringkali mengakibatkan ranting dan batangnya menjadi patah. Sifat lentur pula yang mengembalikan bambu pada sikap tegaknya setelah badai usai.
Sepanjang hidup kita, seringkali persoalan, kesulitan dan penderitaan datang menerpa. Terkadang datang bagaikan angin semilir, namun lebih sering datang sebagai angin kencang, sebagai badai. Ketika angin kencang itu datang, otomatis kita bertahan, bahkan seringkali kita bertahan dengan cara melawan dan menantangnya. Lama kelamaan, hanya kelelahan yang didapat dan yang lebih parah, kita patah atau tumbang. Lalu, apa yang sah dengan sikap bertahan? Apakah kita harus menyerah? Tidak ada yang salah dengan sikap bertahan, hanya cara dalam bertahan itu yang penting. Bambu tidak pernah menyerah pada angin, ia justru bertahan. Akarnya tetap berpijak, bahkan menjadi semakin dalam. Badai justru membuat bambu menjadi lebih kuat.
Di Hiroshima dan Nagasaki, setelah luluh lantak oleh bom atom, bambulah yang tumbuh untuk pertama kalinya sebagai tumbuhan pioner. Kembali bambu mengajarkan kita bahwa dimanapun kita berada, sesulit apapun keadaan, tak ada kata menyerah untuk terus tumbuh, tak ada alasan untuk berlama-lama terpuruk dalam keterbatasan, karena bagaimanapun, pertumbuhan diawali dengan kemampuan untuk mempertahankan diri dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Sifat lentur yang sanggup melengkungkan diri adalah rahasia untuk bertahan.
Selengkapnya...