Sunday, June 1, 2008

Belajar pada Bambu

Saya teringat ketika masih duduk di bangku sekolah, apabila bosan mengikuti pelajaran yang disampaikan, saya terbiasa mencoret-coret buku catatan saya dengan berbagai coretan yang tidak jelas . Salah satu kesukaan saya adalah menggambar pohon bambu. Entah kenapa saya senang menggambar pohon bambu dibanding pohon kelapa atau pohon pisang, atau pohon lainnya. Saya hanya menyukai bentuknya, menyukai sifatnya sebagai tumbuhan rumpun.
Bambu merupakan tumbuhan klasifikasi kelas Liliopsida, ordo Poales, familia Poaceae, subfamilia Bambusoideae, rumpun Bambusodae. Waaah…kok jadi pelajaran biologi yaak… . Di Cina bambu melambangkan umur panjang, sementara di India melambangkan persahabatan. Budaya-budaya di negeri Jepang, Korea dan Tiongkok menjunjung keistimewaan, keindahan dan kegunaan pohon bambu. Dalam seni lukis, bambu adalah lambang estetika, sedangkan dalam filsafat, bambu adalah lambang ketahanan. Rongga kosong pada bambu, dalam agama Kung Fu Tse merupakan lambang pengosongan dan pemurnian batin. Di Vietnam, bambu dijadikan simbol kerja keras, kesatuan dan kemampuan adaptasi. Di Vietnam terdapat pepatah ” ketika bambu tua, maka tunas baru akan muncul” ini berarti bahwa bangsa Vietnam tak akan pernah binasa, ketika generasi tua mati, maka muncul generasi yang lebih muda untuk menggantikannya.

Terlepas dari mitos yang seringkali saya dengar, bahwa tidak baik menanam pohon bambu di halaman rumah, karena ada “penunggu”-nya, pohon bambu adalah pohon yang menggagumkan. Bukankah sangat jarang sekali kita mendengar bambu tumbang atau patah batangnya karena diterpa badai atau angin topan? Mengapa? Karena akar yang dalam? Rasanya tidak, akar pohon beringin lebih kuat selain menghujam kedalam tanah, akar serabutnya juga menjalar disekililingnya. Atau karena batang bambu lebih kuat? Bukan juga rasanya ! Pohon jati jauh lebih kuat.
Apa rahasia sang bambu ini?
Coba kita perhatikan, apa yang terjadi saat bambu diterpa angin kencang. Rumpun bambu akan menunduk dan merunduk, mengikuti terpaan angin, membiarkan dirinya mengikuti arahan angin. Bahkan, sifat lenturnya sanggup membuatnya melengkung. Tidak seperti pohon-pohon lain yang berdiri kaku dan tegak, seperti menantang kekuatan angin, yang seringkali mengakibatkan ranting dan batangnya menjadi patah. Sifat lentur pula yang mengembalikan bambu pada sikap tegaknya setelah badai usai.
Sepanjang hidup kita, seringkali persoalan, kesulitan dan penderitaan datang menerpa. Terkadang datang bagaikan angin semilir, namun lebih sering datang sebagai angin kencang, sebagai badai. Ketika angin kencang itu datang, otomatis kita bertahan, bahkan seringkali kita bertahan dengan cara melawan dan menantangnya. Lama kelamaan, hanya kelelahan yang didapat dan yang lebih parah, kita patah atau tumbang. Lalu, apa yang sah dengan sikap bertahan? Apakah kita harus menyerah? Tidak ada yang salah dengan sikap bertahan, hanya cara dalam bertahan itu yang penting. Bambu tidak pernah menyerah pada angin, ia justru bertahan. Akarnya tetap berpijak, bahkan menjadi semakin dalam. Badai justru membuat bambu menjadi lebih kuat.
Di Hiroshima dan Nagasaki, setelah luluh lantak oleh bom atom, bambulah yang tumbuh untuk pertama kalinya sebagai tumbuhan pioner. Kembali bambu mengajarkan kita bahwa dimanapun kita berada, sesulit apapun keadaan, tak ada kata menyerah untuk terus tumbuh, tak ada alasan untuk berlama-lama terpuruk dalam keterbatasan, karena bagaimanapun, pertumbuhan diawali dengan kemampuan untuk mempertahankan diri dalam kondisi yang paling sulit sekalipun.
Sifat lentur yang sanggup melengkungkan diri adalah rahasia untuk bertahan.

No comments: